Sabtu, 01 Oktober 2011

Mengapa Hati Kita Masih Kering Ketika Membaca Al-Qur’an?

Pengantar
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. أما بعد
Pembaca mulia – إني أحبكم في الله -, ide yang muncul ketika penulis susun risalah ini adalah keinginan untuk menyampaikan suatu nasehat untuk diri penulis sendiri, sebagai catatan harian penulis setelah merasa hati ini tetap kering ketika membaca Al-Qur’an meskipun sudah berusaha mempelajari bahasa Arab untuk memahaminya. Namun, semakin banyak penulis coba melakukan rihlah ilmiah untuk mencari nasehat-nasehat salafusshalih di kitab-kitab mereka, semakin terasa pula bahwa sebab kekeringan itu adalah kotornya hati ini. Setelah berlalunya waktu, penulis coba postkan catatan ini di room bahasa Arab online ini dengan harapan agar para pembaca dapat ikut merenungi pesan para salafusshalih tersebut. Mudah-mudahan ini termasuk bentuk pengamalan sabda Nabi bahwa الدين النصيحة “Agama adalah nasehat”.
  • Pembaca mulia, alhamdulillah, kami merasa sangat bahagia ketika melihat antusias yang luar biasa dari para anggota grup maupun fanspage Bahasa Arab Online yang demikian semangat untuk mempelajari bahasa Arab. Masya Allah, ini adalah suatu kenikmatan yang patut kita syukuri karena mungkin di waktu yang sama, di kala para pembaca mengikuti kagiatan belajar atau mengulang pelajaran di rumah, di waktu itu pula ada saudara-saudara muslim kita lainnya yang masih lalai, masih terbuai dengan kehidupan hura-hura.
Di sisi lain, mungkin ada pula di antara kita yang sudah cukup lama mempelajari bahasa Arab, tetapi kekeringan dan kotornya hati masih kita rasakan.
Ya, mungkin di antara kita ada yang sudah lama mengenal yang namanya “ngaji”.

Kita sudah lama mengenal bahasa Arab…

Atau….

Kita sudah lama membaca Al-Qur’an…

Kita sudah lama membaca hadits-hadits nabi…

Kita sudah lama mendengar nasehat ulama…

Kita sudah lama mengikuti majelis ta’lim…

Namun…

Mungkin di antara kita masih terasa kering hatinya….

Air mata kita tak mampu meleleh di saat kalamullah diperdengarkan…

Tubuh ini masih terasa capai untuk menegakkan shalat malam…

Lisan ini masih diam ketika melihat kemungkaran….

Tangan ini masih tak bergerak di kala orang-orang yang kita kenal bermaksiat…

Ya…
Mungkin banyak di antara kita sudah lama “ngaji”, tetapi kita belum merasakan manisnya ilmu…
  • Maka, dalam risalah ini, penulis coba susunkan untaian nasehat salafusshalih bagi diri penulis pribadi dan bagi setiap muslim yang ingin mereguk nikmatnya ilmu syar’i. Penulis memohon kepada Allah ta’ala agar apa yang penulis tuangkan dalam risalah ini, murni dan tulus meluncur dari hati penulis kepada pembaca, sehingga nasehat ini dapat bersemayam di hati pembaca...
حديث الروح للأرواح يسري
و تدركه القلوب بلا عناء
Pembicaraan dari hati, ‘kan mengalir ke hati pula…
Dan hati pun dapat memahaminya tanpa beban…
Di antara hal yang perlu diperhatikan jika kita merasa kita belum bisa merasakan manisnya ilmu adalah
I. Sudah ikhlaskah kita
  • Pembaca mulia, langkah awal yang paling harus kita tanamkan dalam belajar bahasa Arab adalah meluruskan niat kita. Sudah ikhlaskah kita dalam mempelajari bahasa Arab? Mengapa dulu kita ikut bergabung dengan Bahasa Arab Online ini? Apakah sekadar iseng, atau sekadar ingin bisa baca tulisan Arab gundul agar kelihatan “keren”, atau ingin dikatakan mahir berbagai bahasa, ataukah karena memang ingin memahami bahasa Al-Qur’an? Perhatikanlah pesan Nabi kita berikut ini.
من تعلم علما مما يبتغى به وجه الله [ عزوجل ] لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة ” يعني ريحها
“Barangsiapa mempelajari satu ilmu dari ilmu-ilmu yang seharusnya digunakan untuk mengharap wajah Allah, dia tidak mempelajarinya kecuali untuk memperoleh dengannya satu tujuan dunia, maka dia tidak akan mendapati baunya surga pada hari kiamat, yaitu bau harumnya surga”1
  • Renungkanlah dalam-dalam pesan Nabi kita di atas wahai saudaraku. Jangan jadikan sarana menuju surga menjadi tujuan-tujuan rendah seperti kita belajar bahasa Arab adalah karena salah satu bahasa resmi PBB, untuk cari upah ngajar, untuk jadi diplomat di Arab, dan sejenisnya. Betapa banyak sekarang ini manusia bertanya kepada thalabul ilmi (penuntut ilmu) yang belajar bahasa Arab, “Ngapain kamu belajar bahasa Arab, mau kerja apa?” Maka wahai thalabul ilmi, katakanlah

Saya belajar bahasa Arab agar bisa memahami Al-Qur’an
Saya belajar bahasa Arab agar bisa memahami hadits-hadits Nabi
Saya belajar bahasa Arab agar bisa merasakan nikmatnya rihlah ilmiah kitab-kitab salaf.
Saya belajar bahasa Arab untuk diajarkan kepada orang lain.
Na’am. Luruskanlah niat kita! Jangan sampai kita lama mempelajari bahasa Arab, tetapi hanya digunakan untuk pamer, membanggakan diri kita sendiri, atau malah kita gunakan untuk “mengakali” kaum muslimim yang awam.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
لا تعلموا العلم لتباهوا به العلماء أو تماروا به السفهاء و لا لتحيزوا به المجلس فمن فعل ذلك فالنار النار
“Janganlah kalian belajar ilmu untuk bermegah-megah dengan ulama, atau untuk mengelabui orang bodoh, atau untuk menyombongkan diri di majelis. Barangsiapa melakukan demikian, neraka! Neraka!”2
  • Jangan sampai kita mengikuti berbagai kursus bahasa Arab, atau masuk ke berbagai lembaga bahasa, atau bahkan mengikuti jenjang perkuliahan, namun tujuan kita hanya untuk mencari gelar dan ijazah. Demi Allah, gelar-gelar seperti Lc, S.S, M.A, bahkan Doktor lingustik pun sama sekali tidak akan bermanfaat bagi diri kita, kecuali hanya untuk berbangga-bangga diri. Kalaupun ada manfaatnya, paling hanya sekadar untuk mencari “dunia”. Betapa banyak pula sebagian kaum muslimin memotivasi saudaranya untuk belajar bahasa Arab karena dikatakan bahwa bahasa Arab adalah salah satu bahaya resmi di kantor PBB. Maka, ketahuilah bahwa selayaknya motivasi kita belajar bahasa Arab tidak serendah alasan-alasan di atas. Belajarlah bahasa Arab karena motivasi memahami Islam, karena bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur’an, bahasa sunnah nabi-Nya, dan bahasa yang kitab-kitab para ulama ditulis dengannnya, serta bahasa pemersatu umat Islam di berbagai penjuru dunia.
  • Ikhwah sekalian, kalau sekadar pintar bahasa Arab, Abu Jahal, Abu Lahab, dan para pembesar Quraisy yang memusuhi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang fasih dalam berbicara bahasa Arab. Namun, mereka semuanya kekal di neraka karena bahasa Arab yang mereka kuasai, tidak mereka gunakan untuk menerima risalah nubuwwah dari nabi kita. Nah, apakah kita ingin seperti Abu Jahal dan Abu Lahab? Tentu tidak bukan? Maka, luruskankah niat kita.
  • Demikian pula, kalau sekadar ingin jadi ahli tata bahasa Arab, maka tidak sedikit ahli tata bahasa Arab justru tergelincir kepada bid’ah dan penyimpangan. Maka, kita mendengar nama besar Az-Zamakhsyari, sebagai ulama tafsir, dengan kitab tafsirnya yang terkenal, Al-Kasyaf. Beliau juga dikenal sebagai ahli nahwu, dengan karya-karya beliau yang terkenal, di antaranya Al-Mufsil fin Nahwi dan Syarh Abyat Kitab Sibawaih. Akan tetapi, beliau beraqidah Mu’tazilah3.
Ibnul Jauzi juga menyebutkan pembahasan khusus dalam kitab talbis iblis, tentang bagaimana dungunya ahli nahwu bernama Ishaq bin Ibrahim bin As-Sary. Kedunguannya itu muncul karena ilmu bahasa yang dikuasainya, tidak dimanfaatkan untuk mempelajari ilmu-ilmu syar’i.
Maka, ketahuilah bahwa niat yang ikhlas merupakan modal terpenting dalam menjaga ilmu. Oleh karena itu, Ibnu Abbas mengatakan,
إنما يحفظ الرجل على قدري نيته
Sesungguhnya, seseorang bisa menjaga (ilmunya) seukuran niatnya”4
II. Perbuatan maksiat dan dosa
  • Saudara-saudariku yang dirahmati Allah, jika kita sudah mulai belajar bahasa Arab, atau mungkin kita sudah lama mempelajarinya, tetapi kita masih kesulitan dalam menguasainya, hendaklah yang pertama kali kita lakukan adalah menginstropeksi diri kita, apakah kita banyak melakukan dosa dan maksiat atau tidak, karena dosa-dosa yang kita lakukan akan menghambat masuknya ilmu ke dalam diri kita.
Salah satu shahabat Nabi yang mulia, Abdullah bin Mas’ud berkata,
إني لأحسب الرجل ينسى العلم كان تعلمه للخطيئة يعملها
“Sungguh, aku menyangka bahwa seseorang melupakan suatu ilmu yang telah ia ketahui karena sebab dosa yang ia amalkan”
(حلية الأولياء وطبقات الأصفياء; I/131)
Renungkanlah pula indahnya untaian kata Imam Asy-Syafi’i berikut ini
شكوتُ إِلى وكيعٍ سوءَ حِفظي … فأرشدني إِلى تَرْكِ المعاصي
وأخبرني بأن العلمَ نورٌ … ونورُ اللّهِ لا يُهدى لعاصي

Aku mengadu kepada Waqi’ tentang buruknya hafalanku
Maka, dia membimbingku untuk meninggalkan maksiat
Ia pun memberitahu diriku bahwa ilmu adalah cahaya
Dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat
Sungguh, di antara perkara yang yang membuat hati ini sedih adalah ketika kita dapati sebagian penuntut ilmu mulai menganggap remeh perbuatan maksiat.
Di antara sarana menuju perbuatan maksiat yang sekarang ini mudah dilakukan adalah jejaring sosial facebook. Betapa banyak penuntut ilmu mulai bermudah-mudahan dalam memasang foto profil bergambar makhluk bernyawa, gambar wanita, saling memberi komentar iseng di wall lawan jenis, dan perkara-perkara lain di dunia FB yang mungkin kita anggap remeh, padahal barangkali itu adalah dosa yang tidak kita sadari.
Ikhwah sekalian, cobalah kita bandingkan rasa sensitif kita terhadap maksiat dengan rasa sensitif salaf. Dahulu, Umar bin Abdul Aziz mewanti-wanti penasehatnya, Maimun bin Mahran agar tidak berdua-duaan dengan wanita meskipun dengan alasan mengajarkan Al-Qur’an.
إني أوصيك بوصية فاحفظها إياك أن تخلو بامرأة غير ذات محرم وإن حدثتك نفسك أن تعلمها القرآن
Aku memberi wasiat kepadamu dengan wasiat yang harus kau jaga. Janganlah Engkau berdua-duaan dengan wanita bukan mahrammu walaupun batinmu berkata bahwa kau Akan mengajarinya Al-Qur’an.
[ lihat kitab: حلية الأولياء وطبقات الأصفياء, V/272]
Maka, hendaknya kita pun memegang erat-erat wasiat Umar tersebut. Jangan merasa diri kita aman dari fitnah.
فاحذر رحمك الله من أن تتعرض بسبب البلاء فبعيد أن يسلم مقارب الفتنة منها
وكما أن الحذر مقرون بالنجاة فالتعرض بالفتنة مقرون بالعطب
وندر من يسلم من الفتنة مع مقاربتها
على أنه ما يسلم من فكر وتصور وهمة
وكل هذا زلل

Oleh karena itu, hati-hatilah –semoga Allah merahmatimu- dalam menghadapi faktor-faktor bencana. Oang yang mendekati fitnah, sulit selamat darinya. Sebagaimana kehati-hatian diiringi dengan keselamatan, mendekati fitnah itu diiringi dengan kebinasaan. Jarang orang selamat dari fitnah karena mendekatinya. Yaitu, ia tidak terbebas dari memikirkan, membayangkan, dan menginginkannya. Semua ini menggelincirkan.
(ذم الهوى, hal.153)
Melanjtukan perkataan di atas, Ibnul Jauzi memberi nasehat berikut ini
لو كانت الخلوة بالأجنبية مباحة لم تسلم من هذه الآفات فكيف وهي محرمة
Seandainya berduaan dengan wanita ajnabiyyah (bukan mahram) diperbolehkan, kamu tetap tidak dapat selamat dari penyakit-penyakit ini. Terlebih lagi, ternyata itu diharamkan.
(ذم الهوى, hal.153)
  • Maka, jika di antara pembaca yang dapat kemudahan untuk memanfaatkan teknologi internet, berhati-hatilah! Gunakanlah ia seperlunya saja. Jangan sampai kita gunakan untuk bermudah-mudahan untuk mengerjakan maksiat, seperti chatting / facebook-an dengan wanita bukan mahram tanpa hajah. Bahkan, meskipun kami mengelola program bahasa Arab online ini, kami tetap memberi pesan kepada pembaca mulia bahwa seandainya Anda bisa belajar langsung tatap muka dengan seorang guru, lakukanlah! Ini karena pembelajaran bahasa yang efektif bagaimanapun juga adalah dengan tatap muka dengan seorang pembimbing. Terdapat banyak hal yang tidak Anda dapatkan di program online ini, seperti diskusi langsung, patner bicara, dan banyak hal lain. Kalaupun ada banyak kendala yang Anda temui sehingga Anda mengikuti program di internet, jagalah mata dan hati kita dari fitnah dunia maya yang merusak. Banyak sekali kesempatan bermaksiat di internet, yang jika dilakukan, tidak ada yang melihatya selain Allah, malaikat pencatat, dan kita sendiri.
Hendaklah hafalan Al-Qur’an, kita jadikan tolak ukur apakah ketika kita memanfaatkan internet, kita bermaksiat ataukah tidak.
Ja’far bin Sulaiman berkisah,

“Malik bin Dinar adalah salah satu di antara orang-orang yang paling hafal Al-Qur’an. Setiap hari, ia membaca satu juz Al-Qur’an di hadapan kami sampai khatam. Jika ada satu huruf yang terlewatkan, ia berkata, “Akibat dosa yang kulakukan.”
[ lihat kitab: حلية الأولياء وطبقات الأصفياء, VI/288]
  • Subhanallah, fa aina nahnu minhu? Perhatikan, satu huruf saja yang terlewat, Malik bin Dinar sudah bisa merasakan bahwa itu akibat dosa yang dilakukan. Padahal, manusia melihat Malik bin Dinar bukan sebagai ahli maksiat, tetapi ulama besar penghafal Al-Qur’an dan Hadits yang senantiasa menjaga diri dari maksiat. Betapapun kecil dosa yang dilakukannya, ia sudah bisa merasakannya. Adapun kita? Bandingkan kita dengan Malik bin Dinar ya ikhwaaan…
III. Lihatlah Teman dekat kita
Pembaca mulia, teman merupakan faktor penting yang akan memengaruhi kita, apakah akan mendorong kita ke dalam ketaatan ataukah justru akan menggembosi kita sehingga kita terjerumus dalam kemaksiatan.
Rasulullah bersabda,
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Seseorang itu sesuai dengan agama temannya. Maka, hendaklah seseorang memperhatikan siapa teman dekatnya”5
Maka, hendaknya kita berupaya mencari lingkungan tempat tinggal (kost-kostan, wisma, asrama, dan sejenisnya) yang para penghuninya mempunyai perhaatian terhadap dien. Di situlah akan muncul suasana saling nasehat-menasehati.
Shahabatku sekalian, jika kita tinggal di tempat yang di situ diperdengarkan musik, apakah kita berani menjamin telinga kita selamat dari alunan nadanya?
Jika kita tinggal di tempat yang para penghuninya adalah pecandu game, pembaca komik, pemain musik, di mana letak kecemburuan kita terhadap Islam ini?
  • Ketahuilah wahai saudaraku semua, jika kita melihat kemungkaran di mata, kita mempunyai kewajiban untuk mengingkarinya, bukan membiarkannya. Jika kita tidak mampu mencegah kemungkaran tersebut dengan tangan, maka paling minimal yang harus kita lakukan adalah mengingkari di dalam hati. Lalu, jika kita setiap hari bergaul dengan teman-teman fasik yang tidak punya gairah terhadap agama, apakah kita bisa menjamin hati ini akan mengingkari kemungkaran yang dilakukan teman-temannya tersebut? Atau malah kita sendiri yang akan terseret arus…? Fa na’udzubillahi min dzalik
Shahabatku… Alangkah indahnya sekiranya kita hidup bersama kawan-kawan yang memiliki perhatian terhadap ilmu. Ketika kita berbuat salah, ada yang menasehati. Dan ketika kita berbuat kebaikan, kita akan disemangati.
Abul Qa’qa’ mengatakan
و من هنا ينبغي للمرء أن يبحث له عن زميل صالح, و خل جاد ناصح, بحيث يكونان متلازمين في أغلب الأوقات, و يحث كل منهما صاحبه على الطلب و التحصيل, و يشد كل منهما من أزر الآخر و يسد كل منهما الآخر إن أخطأ, و يعينه و يحفزه إن أصاب و وفق, و يغيب كل منهما للآخر ما حفظه من العلم, و يقرآن سوياً, و يراجعان سويا, و يبحثان المسائل, و يحققا سويا

“Seseorang harus mencari kawan yang shalih, rajin dan suka menasehati,
agar (ia) selalu bisa bersamanya pada sebagian besar waktunya,
saling memotivasi dalam belajar dan saling menguatkan semangat sesamanya,
mengingatkannya bila ia salah, dan mendukungnya bila ia benar
dan mengevaluasi apa yang telah ia hafal, baca, diskusikan, dan kaji
tentang sebuah permasalahan dengan selalu bersama-sama 6
Penulis pernah membaca nukilan dari salaf7 yang berkata (secara makna),
Terkadang, aku merasa lebih mencintai kawan-kawanku dibanding keluargaku. Ini karena jika aku bertemu kawan-kawanku, mereka akan mengingatkanku pada akhirat. Adapun jika aku bertemu keluargaku, mereka akan mengingatkan diriku pada dunia.
Maka, perhatikanlah siapa kawan Anda.
IV. Masihkah Kesombongan Bersarang di Hati Kita?
Shahabatku…
Mungkin sewaktu kita mulai memahami suatu materi pelajaran, dan kita melihat teman-teman kita masih di bawah pemahaman kita, terbesit dalam benak kita perasaan bangga pada diri kita hingga kita akan takjub pada diri kita dan meremehkan teman-teman kita. Ketahuilah itulah yang namanya sombong.
Imam Syafi’i pernah mengatakan,
وددت أن الخلق يتعلمون هذا العلم ولا ينسب إلي منه شيء
“Aku ingin agar semua makhluk mempelajari ilmu ini dan tidak sedikit pun yang dinisbatkan kepadaku”
[ Lihat kitab: حلية الأولياء وطبقات الأصفياء, IX/118 ]
  • Masya Allah. Marilah kita renungkan betapa tulusnya beliau dalam menyampaikan. Maka, tidaklah kita dapatkan saat ini selain harumnya nama Imam Asy-Syafi’i, relevannya kitab-kitab beliau untuk dikaji hingga masa kini, dan tidak sedikit pula tokoh-tokoh pembenci dakwah tauhid yang dalam permasalahan fikih mengambil madzab beliau. Inilah berkah tulusnya niat beliau (sebagaimana dzahir yang bisa kita lihat dari perkataan beliau, dan kita tidak mengganggap suci seorang pun di hadapan Allah).
V. Jangan Sembunyikan Ilmumu
Di antara kita, terkadang jika telah menguasai materi tertentu yang disampaikan mudaris atau mudarisah, kita enggan untuk menyampaikannya kepada teman satu majelis kita yang belum paham. Bahkan, mungkin kita akan membiarkan teman kita tersebut dalam ketidakpahamannya agar kita bisa pamer bahwa kitalah yang berilmu. Terkadang, ada pula di antara kita yang tidak mau membimbing temannya yang belum paham agar bisa membanggakan ilmunya dihadapan mudaris karena bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mudaris dalam sesi muroja’ah.
  • Wahai shahabatku… Buang jauh-jauh sifat seperti ini karena inilah yang menyebabkan ilmu menjadi tidak berfaidah. Apa gunanya kita belajar jika tidak untuk disampaikan kepada orang yang belum paham? Ketahuilah ilmu itu dipelajari untuk diamalkan dan disampaikan. Bukan untuk dipendam dan disombongkan. Janganlah kita bakhil terhadap ilmu.
Malik bin Dinar berkata,
إذا تعلم العبد العلم ليعمل به كسره علمه وإذا تعلم العلم لغير العمل به زاده فخرا
“Jika seseorang mencari ilmu untuk diamalkan, ilmunya itu akan MELUNAKKAN HATINYA. Jika ia mencari ilmu bukan untuk diamalkan, ilmunya itu akan menambah kesombongannnya.”
[حلية الأولياء وطبقات الأصفياء, II/372 ]
Abdullah ibnul Mubarak pernah berkata,
من بخل بالعلم ابتلي بثلاث إما موت فيذهب علمه وإما ينسى وإما يصحب فيذهب علمه
“Orang yang bakhil terhadap ilmu akan mendapatkan tiga macam cobaan: (1) meninggal dunia lalu hilang ilmunya, (2) lupa, atau (3) dicabut ilmunya lalu hilang sama sekali.”
[حلية الأولياء وطبقات الأصفياء, VIII/165 ]
VI. Sudahkah Ada Rasa Takut di Hati Kita?
Ketahuilah bahwa hakikat ilmu itu bukan pada banyaknya materi pelajaran, hadits, atau surat Al-Qur’an yang kita hafal. Akan tetapi, hakikat ilmu adalah rasa takut kepada Allah.
Abdullah bin Mas’ud mengatakan,
ليس العلم بكثرة الرواية ولكن العلم الخشية
“Ilmu itu bukanlah banyaknya (hafalan) riwayat, melainkan rasa takut (kepada Allah)”
[ lihat kitab: حلية الأولياء وطبقات الأصفياء, I/131 ]
  • Oleh karena itu, ketika kita semua berupaya belajar bahasa Arab, hendaknya kita niatkan untuk bisa mentadabburi Al-Qur’an. Jangan sampai kita banyak baca dan hafal ayat atau hadits, tetapi kita sama sekali tidak tahu arti dan isi dari ayat dan hadits yang kita baca dan hafal tersebut. Jangan sampai kita menghafal Al-Qur’an hanya karena ingin dikatakan sebagai qaari’. Jangan sampai pula kita menghafal hadits-hadits Nabi hanya karena ingin dikatakan sebagai “ikhwan” yang banyak hafalannya. Jangan! Janganlah kita niatkan hati kita untuk tujuan-tujuan rendah itu!
  • Jadikanlah tujuan kita belajar bahasa Arab agar kita bisa menghadirkan hati untuk senantiasa takut kepada Allah, yang akan kita peroleh jika kita memahami kalamullah dan kalam nabi-Nya. Jangan sampai sedikit ilmu yang kita peroleh, menjadi sarana untuk kagum pada amal kita sendiri. Ini bukanlah ilmu, tetapi kebodohan yang tidak kita sadari.
كفى بالمرء علما أن يخشى الله وكفى بالمرء جهلا أن يعجب بعمله
“Seseorang cukup berilmu bila ia takut kepada Allah. Dan seseorang cukup bodoh bila ia kagum kepada amalannya sendiri”
[lihat kitab: حلية الأولياء وطبقات الأصفياء, II/95 ]
Penutup
Demikian, risalah ini penulis susun. Kita hendaknya memohon, terus menerus memohon kepada Allah agar kita diberikan kesucian hati, karena
إن قلوبنا طهرت ما شبعت من كلام الله
Jika hati kita suci, niscaya ia tidak akan pernah kenyang dari kalamullah
Akhirnya, penulis memohon kepada Allah agar penulisan risalah ini semata-mata ikhlas mengharap wajah-Nya, dan tulus dari hati penulis sehingga dapat melekat di hati pembaca.
Mudah-mudahan Allah dapat memudahkan langkah kita dalam memahami bahasa Arab, dan selanjutnya dapat memotivasi kita untuk mengkaji ilmu-ilmu syar’i secara lebih luas. Ya Allah, mudahkanlah… Ya Allah, mudahkanlah…
تم الكلام و ربّنا محمود … و له الكارم و العلا و الجود
و على نبي محمد صلواته … ما ناح قمري و أورق عود

Tuntaslah sebuah pembicaraan
Hanya Allah yang pantas mendapatkan pujian
Allah memiliki kemuliaan, keagungan dan kedermawanan…

Semoga rahmat-Nya senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad…
sebanyak apa yang dijadikan burung tetukur mendengkur…
dan sebanyak daun-daun kayu gaharu…
Abu Muhammad Al-’Ashri
alashree.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar