Minggu, 25 September 2011

Sifat-sifat Bidadari

Sesungguhnya segala kenikmatan yang ada di surga tidak bisa dikhayalkan oleh benak kita.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ اللهُ : أَعْدَدَتُ لِعِبَادِيَ الصَّالِحِيْنَ مَا لاَ عَيْنٌ رَأَتْ وَلاَ أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَر، وَاقْرَأُوا إِنْ شِئْتُمْ فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Dari Abu Huroiroh, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda :

“Allah telah berfirman : Aku telah menyiapkan bagi hamba-hambaku yang sholeh (di surga) kenikmatan-kenikmatan yang tidak pernah terlihat oleh mata-mata, dan tidak pernah terdengar oleh telinga-telinga, dan tidak pernah terbetik dalam benak manusia”,

Jika kalian ingin maka silahkan bacalah (firman Allah) :

فَلا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai Balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan” (QS As-Sajdah : 17) (HR Al-Bukhari no 3072 dan Muslim no 7310)

Apa saja kenikmatan yang ada di surga tidak bisa dibayangkan oleh kita. Meskipun nama-nama kenikmatan-kenikmatan yang ada di surga kita ketahui sebagaimana kenikmatan-kenikmatan yang ada di dunia, akan tetapi hakekat keduanya berbeda. Yang sama hanyalah nama, adapun hakekat berbeda. Di surga ada anggur, delima, kurma dan buah-buah yang lain akan tetapi tidak sama hakekatnya dengan anggur, kurma, dan delima yang ada di bumi. Sebagaimana hakekatnya berbeda, demikian juga kelezatan yang dirasakan berbeda. Demikian juga benda-benda yang lain yang ada di surga, seperti emas, perak, mutiara, sungai, khomr, madu, istana, dan lain-lain, hakekatnya dan kelezatannya semua berbeda dengan apa yang ada di bumi.

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhumaa pernah berkata:

لَيْسَ فِى الْجَنَّةِ شَيْءٌ مِمَّا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ الأَسْمَاءَ

“Tidak ada sesuatupun yang ada di surga dari perkara-perkara yang ada di dunia kecuali hanya sekedar nama-nama” (Atsar ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 2188)

Demikian pula dengan wanita surga berbeda dengan wanita dunia, meskipun namanya sama-sama wanita akan tetapi hakekat diantara keduanya sangat jauh berbeda.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata tentang wanita surga :

وَلَوْ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ اطَّلَعَتْ إِلَى الْأَرْضِ لَأَضَاءَتْ مَا بَيْنَهُمَا وَلَمَلأَتْ مَا بَيْنَهُمَا رِيْحًا وَلَنَصِيْفُهَا - يَعْنِي الْخِمَارَ - خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Kalau seandainya seorang wanita surga muncul ke dunia maka dia akan menyinari antara bumi dan langit, dan akan memenuhi bau yang semerbak antara bumi dan langit, dan sungguh kerudungnya lebih baik daripada dunia dan seisinya” (HR Al-Bukhari no 6199)

Tentu jika kita membaca hadits ini maka kita tidak akan mampu untuk membayangkan tentang bidadari tersebut. Bidadari yang begitu bercahaya dan begitu harum.. bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menekankan bahwasanya kerudung yang ada di atas kepala bidadari ternyata lebih baik dari pada dunia dan seisinya. Padahal kita tahu bahwa di antara isi dunia adalah kecantikan-kecantika wanita dunia…akan tetapi ternyata kecantikan-kecantikan para wanita dunia masih kalah dengan kerudung bidadari. Maka bagaimana lagi dengan wajah bidadari…???

Dan jika kita menelaah hadits-hadits yang lain tentang sifat-sifat bidadari maka kita akan semakin yakin akan ketidakmampuan kita untuk membayangkan hakekat bidadari.

Bagaimana kita bisa membayangkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang bidadari berikut ini:

كَبِدُهَا مِرْآتُهُ وَكَبِدُهُ مِرْآتُهَا

“Hati sang bidadari merupakan cermin bagi sang lelaki dan hati sang lelaki juga menjadi cermin bagi sang bidadari”
.(Hadits ini di shahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih at-Targhiib wa at-Tarhiib 3/227 no 3591)

Demikian juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

يُرَى مُخُ سَاقِهَا مِنْ وَرَاءِ لَحْمِهَا مِنَ الْحُسْنِ

“Bidadari tersebut terlihat sum-sum tulang betisnya di belakang dagingnya karena indahnya” (HR Al-Bukhari no 3074 dan Muslim  no 7330)

Ali Al-Qoori berkata:

((مِنَ الْحُسْنِ)) أَيْ مِنْ أَجْلِ لَطَافَةِ خِلْقَتِهِنَّ، قَالَ الطِّيْبِي رَحِمَهُ اللهُ : هُوَ تَتْمِيْمٌ صَوْنًا مِنْ تَوَهُّمِ مَا يُتَصَوَّرُ مِنْ تِلْكَ الرُّؤْيَةِ مِمَّا يَنْفُرُ عَنْهُ الطَّبَعُ، وَالْحُسْنُ هُوَ الصَّفَاءُ وَرْقَّةُ الْبَشَرَةِ وَنُعُوْمَةُ الْأَعْضَاءِ

“Sabda Nabi ((Karena indahnya)) yaitu karena lembutnya dan halusnya tubuh para bidadari. At-Thiibi rahimahullah berkata : Sabda Nabi ini merupakan penyempurnaan untuk menjaga agar jangan sampai disalah pahami, disangka ini merupakan pandangan yang dirasa ngeri oleh tabi’at. Dan sabda Nabi ((keindahan)) yaitu bersih dan lembutnya kulit serta halusnya anggota-anggota tubuh” (Mirqootul Mafaatiih 16/226)

Tentang putihnya bidadari, Allah berfirman :

كَأَنَّهُنَّ بَيْضٌ مَكْنُونٌ (٤٩)

“Seakan-akan mereka adalah telur yang tersimpan dengan baik”
(QS As-Shooffaat : 49)

Ibnu Abbas berkata اللُّؤْلُؤْ الْمَكْنُوْنُ ((yaitu mutiara-mutiara putih yang tersimpan)) (lihat Ad-Dur Al-Mantsuur 7/89)

Yang hal ini menunjukkan bagaimana sempurnanya putihnya para bidadari, karena putihnya  mereka adalah putih yang terjaga dari segala sentuhan. Ibarat mutiara-mutiara yang putih yang tersimpan kokoh dalam cangkangnya, terjaga dari segala sentuhan, terjaga dari sinar matahari, terjaga dari segala sesuatu yang bisa mencoreng murninya dan bersihnya warna putih tersebut. Demikian pula para bidadari, putih tubuh mereka sempurna.

Allah telah mengabungkan sifat putihnya bidadari dan juga bening dan bersihnya bidadari dalam firman

كَأَنَّهُنَّ الْيَاقُوتُ وَالْمَرْجَانُ (٥٨)

“Seakan-akan para bidadari itu permata yakut dan mutiara” (QS Ar-Rahman : 58).

Qotaadah dan Al-Hasan Al-Bashri rahimahumallahu berkata tentang ayat ini :

فِي صَفَاءِ الْيَاقُوْتِ وَبَيَاضِ اللُّؤْلُؤِ

“Para bidadari seperti permata dalam hal bening tubuh mereka dan seperti mutiara dalam putihnya” (Lihat Ad-Dur Al-Mantsuur 7/712)

Putih dan beningnya bidadari tersebut ternyata terlihat di balik 70 gaun indah yang dipakainya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

لِكُلِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ عَلَى كُلِّ زَوْجَةٍ سَبْعُوْنَ حُلَّةً يَبْدُو مُخُ سَاقِهَا مِنْ وَرَائِهَا

“Bagi setiap penghuni surga dua istri (dari bidadari), yang masing-masing bidadari tersebut memakai 70 gaun, nampak sum-sum betisnya di balik 70 gaun tersebut” (Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 1736)

Dalam hadits yang lain

إِنَّ الْمَرْأَةَ مِنْ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ لَيُرَى بَيَاضُ سَاقِهَا مِنْ وَرَاءِ سَبْعِيْنَ حُلَّةً

“Sesungguhnya seorang wanita surga sungguh terlihat putih betisnya di balik 70 gaun” (HR At-Thirmidzi no 2533 ini didho’ifkan oleh Syaikh Al-Albani)

Maka bagaimana kita bisa mengkhayalkan ini semua, bagaimana bisa beningnya tubuh bidadari (bahkan sum-sum tulang betisnya) bisa terlihat di balik 70 gaun…?? Seperti apakah putihnya kulit bidadari sehingga bisa terlihat di balik 70 gaun…??.

Tentunya akal kita tidak sampai untuk bisa mengkhayalkan ini semua…jangankan untuk mengkhayalkan bidadari…bahkan untuk mengkhayalkan kerudungnya saja (yang dikatakan oleh Nabi bahwa kerudung bidadari lebih baik dari dunia dan seisinya) kita tidak mampu…untuk mengkhayal gaun yang dipakai bidadari bagaimana modelnya dan dari apa bahannya kita tidak mampu…, maka bagaimana lagi dengan bidadari itu sendiri??!!.

Bayangkan jika anda adalah sang penghuni surga…, lantas anda bertemu dengan sang bidadari… lantas andapun melepaskan 70 gaun sang bidadari tersebut satu persatu… sementara bening dan putihnya betis bidadari sudah terlihat…, bagaimana anda tidak bersemangat untuk melepaskan gaun-gaun indah tersebut..??!!

Selain itu kemampuan kita untuk mengkhayal terbatas… kemampuan kita mengkhayal adalah didukung oleh penangkapan panca indra kita, kita hanya bisa menganalogikan khayalan kita dengan apa yang pernah kita tangkap dengan panca indra kita. Karenanya kita hanya bisa mampu menghayal wanita tercantik yang pernah kita lihat di dunia ini, lebih dari itu maka otak kita tidak mampu. Sebagaimana jika kita memaksakan diri kita untuk menghayalkan bagaimana tampannya Nabi Yusuf ‘alaihi salam yang menjadikan para wanita mengiris-ngiris tangan-tangan mereka dengan tidak sadar karena takjub dengan ketampanan beliau ‘alaihi salam, maka kita tidak akan mampu menghayalkan ketampanan beliau. Kita hanya bisa mengkhayalkan lelaki tertampan yang pernah kita lihat di dunia ini.

Karenanya sifat-sifat bidadari yang akan dijelaskan dalam tulisan ini hanyalah sebagai penggambaran akan cantik dan moleknya para bidadari, akan tetapi hakekat yang sebenarnya tidak akan bisa kita khayalkan…kita hanya bisa mengetahui hekekat para bidadari yang sebenarnya jika kita melihat langsung bidadari-bidadari tersebut… Yaa Allah mudahkanlah kami untuk melihat mereka dan mendekap mereka…aaamiiin… yaa Allah ampunilah dosa-dosa kami, pandangan kami yang tidak kami jaga…, janganlah Engkau menjadikan dosa-dosa kami sebagai penghalang kami untuk mengecup bibir para bidadari…(bersambung pada topik selanjutnya : Sya’ir Ibnu Qoyyim tentang sifat-sifat bidadari)
Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 21-10-1432 H / 19 September 2011 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com

Jumat, 23 September 2011

Afwan Ukhti, kau saudariku tapi kau bukan mahramku


Ukhtii, kutuliskan risalah ini bagimu. Bukan karena apa. Kau adalah saudaraku, Ukhtii fillah. Karena Allah Ta ’ala, bukan Ukhtii fii nasab yang mengharamkan pernikahan dan menghalalkan hubungan mahram. (1) Ukhtii, sesungguhnya hati manusia ada di antara jari-jemari Ar Rahman. Maka beruntunglah orang yang dihadapkan hatinya pada ketaatan pada Allah Ta ’ala. Sungguh benarlah doa yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam panjatkan, “Allahumma musharrifal quluub, sharrif quluubanaa ‘alaa tha’atika” (Ya Allah, Dzat Yang Memalingkan Hati, palingkan hati kami di atas ketaatan pada-Mu) (2) Ukhtii, sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan lemah (3). Manusia, ya Ukhtii. Tak terkecuali. Laki-laki maupun wanita.Tahukah kau wahai Ukhtii, panutan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah mengingatkan kita dalam sabdanya yang artinya, “Aku tidak meninggalkan fitnah yang lebih membahayakan kaum laki-laki daripada fitnah wanita. ” (4) Dan agama kita yang mulia juga telah mengajarkan adab-adab bergaul dengan lawan jenis yaa, Ukhtii.

Bila kita tapaki perjalanan salaful ummah, kita akan temukan betapa mereka menjaga adab-adab
tersebut. Maka tidak layak bagi kita untuk bermudah-mudah dalam bergaul dengan lawan jenis. Janganlah bermain-main dengan kehormatan, yaa Ukhtii. Allah Ta ’ala selalu mengawasi kita di manapun dan kapanpun. Apatah itu dalam kamar tertutup rapat, ketika kau sedang asik ber-SMS dengan pria  yang bukan mahrammu tanpa keperluan yang mendesak. Sama sekali bukan untuk hal yang membawa mashlahat, hanya untuk mengatakan,
“Ap kbr, Akhii? Lg sbk ap skrng?”
“Smgt ^_^”   
“Ttp senyum nggih ”
Atau untuk sekadar mengirimkan nasehat. Entah itu terjemah Al Qur ’an, potongan hadits, atau perkataan ulama. Apa maksud yang ada dalam hatimu, yaa Ukhtii? Banyak teman-teman akhwat yang lebih berhak kau beri perhatian dan nasehat. Na ’am, murni perhatian dan nasehat, tanpa tendensi apapun. ‘Afwan ‘Ukhtii, bukannya kami terlalu sombong untuk menerima nasehat darimu. Akan tetapi, bagi kami, cukup teman-teman shalih tempat untuk berbagi rasa. Cukup bagi kami, para uztad (5)yang mendakwahi kami. Cukuplah majelis-majelis ilmu dan buku-buku dari para ulama tempat kami mencari tahu tentang agama. Tahukah yaa Ukhtii, terkadang syaithan menghiasi keburukan sehingga menjadi tampak indah. Bahkan terkadang syaithan membuka sembilan puluh sembilan pintu kebaikan untuk menjerumuskan manusia kepada satu pintu keburukan. (6)

Ukhtii, Ibnu Taimiyah pernah berkata yang artinya, “ Kesabaran Yusuf menghadapi rayuan istri tuannya lebih sempurna daripada kesabaran beliau saat dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara- saudaranya, saat dijual dan saat berpisah dengan bapaknya. Sebab hal-hal ini terjadi di luar kehendaknya, sehingga tidak ada pilihan lain bagi hamba kecuali sabar menerima musibah. Tapi
kesabaran yang memang beliau kehendaki dan diupayakannya saat menghadapi rayuan istri
tuannya, kesabaran memerangi nafsu, jauh lebih sempurna dan utama, apalagi di sana banyak faktor
yang sebenarnya menunjang untuk memenuhi rayuan itu, seperti keadaan beliau yang masih
bujang dan muda, karena pemuda lebih mudah tergoda oleh rayuan. Keadaan beliau yang terasing,
jauh dari kampung halaman, dan orang yang jauh dari kampung halamannya tidak terlalu merasa
malu. Keadaan beliau sebagai budak, dan seorang budak tidak terlalu peduli seperti halnya orang
merdeka. Keadaan istri tuannya yang cantik, terpandang dan tehormat, tanpa ada seorang pun
yang melihat tindakannya dan dia pula yang menghendaki untuk bercumbu dengan beliau.
Apalagi ada ancaman, seandainya tidak patuh, beliau akan dijebloskan ke dalam penjara dan dihinakan. Sekalipun begitu beliau tetap sabar dan lebih mementingkan apa yang ada di sisi Allah. ”   

 (7) Yaa Ukhtii, tidakkah kau ingin meneladani Yusuf ‘ Alaihis Salam? Seorang pemuda yang menjaga
iffah-nya yang dijanjikan mendapatkan perlindungan Allah Ta ’ala di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada lagi naungan selain naungan-Nya. (8 ) Yaa Ukhtii, mungkin kau sudah pernah mendengar sebuah hadits dari Nawas Ibni Sam ’an radiyyallahu anhu yang artinya, “Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam tentang kebaikan dan kejahatan. Beliau bersabda: “Kebaikan ialah akhlak yang baik dan kejahatan ialah sesuatu yang tercetus di dadamu dan engkau tidak suka bila orang lain mengetahuinya. ” (9) Yaa Ukhtii, kebahagiaan sejati tidak akan diperoleh
dengan cara yang haram. Percayalah itu. Cara ini hanya akan menimbulkan kesusahan dan kerusakan pada diri serta terbuangnya harta dengan sia-sia. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik darinya.  

 (10) Terakir yaa Ukhtii, saya akan nukilkan perkataan Salman Al Farisi radiyyallahu ‘anhu dari Ja’far bin Burqan yang artinya, “Ada tiga orang yang membuatku menangis dan tiga orang lagi membuatku tertawa. Aku tertawa melihat orang mengejar dunia sedangkan kematian telah mengintainya, orang berbuat lalai berbuat padahal dirinya tak pernah dilupakan, dan orang banyak tertawa, sedangkan ia tidak tahu apakah Allah murka ataukah ridha kepadanya. Dan aku menangis karena kepergian orang-orang yang dicintai, yaitu kepergian Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan pengikutnya, kedahsyatan yang sangat mengerikan saat berada di pintu kematian, dan saat berdiri di hadapan Rabb semesta alam, yaitu ketika aku tidak mengetahui apakah aku akan dikembalikan ke surga
atau ke neraka. ” (11) Kuharap risalah ini memperberat timbangan amal kebaikanku kelak. Pada hari di mana harta dan anak takkan berguna kecuali orang yang menghadap Allah Ta ’ala dengan hati yang selamat. (12) Wallahulmusta’an. 

Catatan Kaki :
1. Mahram adalah orang-orang yang haram dinikahi, bisa karena nasab, persusuan, atau pernikahan. Di
Indonesia, istilah ini rancu dengan muhrim. Padahal istilah yang tepat adalah mahram, karena muhrim
berarti orang yang sedang berihram (-pen).
2. HR Muslim no. 2654 dari Shahabat ‘Abdullah bin’Amr bin Al Ash Radiyallahu ‘Anhuma
3. Lihat QS An Nisaa: 28
4. HR. Al-Bukhari dalam An-Nikah (5096), Muslim dalam Adz-Dzikr (2740)
5. Jamak dari ustadz dan ustadzah (-pen)
6. Perkataan Hasan bin Shalih rahimahullah
7. Perkataan ini dinukil oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah dalam Madarijus Salikin
8. Lihat HR Bukhari no 660, Muslim 1031 dari Abu Hurairah radiyyallahu anhu, yang artinya, “Tujuh
golongan yang kelak akan dilindungi oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada lagi
naungan kecuali naungan-Nya: imam yang adil, pemuda yang tumbuh dengan beribadah kepada
Allah Subhanahu Wa Ta ’ala, seseorang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya bertemu dalam keadaan demikian dan berpisah pun dalam keadaan demikian pula, laki-laki yang diajak (berzina) oleh wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan, namun ia mengatakan: Sesungguhnya aku takut kepada Allah’, seseorang yang bersedekah namun ia menyembunyikan sedekahnya, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya, dan seseorang yang mengingat Allah dalam kesendiriannya, hingga kedua matanya bercucuran air mata. ”
9. HR Muslim, dimuat dalam Bulughul Maram, Kitabul Jami ’ bab adab
10. Terjemah HR Ahmad V/78,79
11. Atsar ini tercantum dalam kitab Rauhuz Zaahidiin yang merupakan ringkasan dari kitab Hilyatul
Auliyaa ’
12. Lihat QS Asy Syu’aara’: 88-89,“.


Rabu, 14 September 2011

Senang Mendengarkan Bacaan al-Qur’an

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau berkata:
قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اقْرَأْ عَلَيَّ الْقُرْآنَ» قَالَ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ ‍ أَقْرَأُ عَلَيْكَ؟ وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ؟ قَالَ: «إِنِّي أَشْتَهِي أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي» ، فَقَرَأْتُ النِّسَاءَ حَتَّى إِذَا بَلَغْتُ: {فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلَاءِ شَهِيدًا} [سورة: النساء، آية رقم: 41] رَفَعْتُ رَأْسِي، أَوْ غَمَزَنِي رَجُلٌ إِلَى جَنْبِي، فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَرَأَيْتُ دُمُوعَهُ تَسِيلُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah kepadaku al-Qur’an.” Ibnu Mas’ud berkata: Aku katakan, “Wahai Rasulullah! Apakah saya akan membacakannya kepadamu sementara ia diturunkan kepadamu?”. Beliau menjawab, “Aku senang mendengarnya dari orang selain diriku.” Maka aku pun membacakan surat an-Nisaa’, ketika sampai pada ayat [yang artinya], “Bagaimanakah jika [pada hari kiamat nanti] Kami datangkan dari setiap umat seorang saksi, dan Kami datangkan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’: 41). Aku angkat kepalaku, atau ada seseorang dari samping yang memegangku sehingga aku pun mengangkat kepalaku, ternyata aku melihat air mata beliau mengalir (HR. Bukhari [4582] dan Muslim [800])

Hadits yang agung ini memberikan pelajaran kepada kita untuk memiliki rasa senang dan menikmati bacaan al-Qur’an yang dibacakan oleh orang lain. Oleh sebab itu Imam Bukhari juga mencantumkan hadits ini di bawah judul bab ‘Orang yang senang mendengarkan al-Qur’an dari selain dirinya’ (lihat Fath al-Bari [9/107]). an-Nawawi rahimahullah berkata,“Ada beberapa pelajaran dari hadits Ibnu Mas’ud ini, di antaranya; anjuran untuk mendengarkan bacaan [al-Qur'an] serta memperhatikannya dengan seksama, menangis ketika mendengarkannya, merenungi kandungannya. Selain itu, hadits ini juga menunjukkan dianjurkannya meminta orang lain untuk membacanya untuk didengarkan, dalam keadaan seperti ini akan lebih memungkinkan baginya dalam mendalami dan merenungkan isinya daripada apabila dia membacanya sendiri. Hadits ini juga menunjukkan sifat rendah hati seorang ulama dan pemilik kemuliaan meskipun bersama dengan para pengikutnya.” (al-Minhaj [4/117])
Hadits ini juga menunjukkan bahwa salah satu ciri orang soleh adalah bisa menangis ketika mendengar bacaan al-Qur’an. Imam Bukhari mencantumkan hadits ini di bawah judul bab ‘Menangis tatkala membaca al-Qur’an’ (lihat Fath al-Bari [9/112]). Lantas, apakah yang mendorong Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis ketika mendengar ayat di atas? Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yang tampak bagi saya, bahwasanya beliau [Nabi] menangis karena sayangnya kepada umatnya. Sebab beliau mengetahui bahwa kelak beliau pasti menjadi saksi atas amal mereka semua, sedangkan amal-amal mereka bisa jadi tidak lurus (amalan yang tidak baik) sehingga membuat mereka berhak untuk mendapatkan siksaan, Allahu a’lam.” (Fath al-Bari [9/114])
Namun, ada satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa menangis tatkala membaca al-Qur’an harus dilandasi dengan keikhlasan. Bukan karena ingin mendapatkan pujian dan sanjungan. Oleh sebab itu, Imam Bukhari mengiringi bab tadi [menangis tatkala membaca al-Qur'an] dengan bab ‘Dosa orang yang membaca al-Qur’an untuk mencari pujian (riya’), mencari makan, atau menyalah gunakannya untuk berbuat jahat/dosa’ (lihat Fath al-Bari[9/114]).
Dan yang lebih utama lagi adalah menangis tatkala sendirian. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang menceritakan 7 golongan yang mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat, yang salah satunya adalah, “Seorang lelaki yang mengingat Allah dalam keadaan sendirian lantas berlinanglah air matanya.” (HR. Bukhari [660] dan Muslim [1031]). an-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan keutamaan menangis karena takut kepada Allah ta’ala dan keutamaan amal ketaatan yang rahasia/tersembunyi karena kesempurnaan ikhlas padanya, Allahu a’lam.” (al-Minhaj [4/354])
Satu pelajaran lagi yang mungkin bisa ditambahkan di sini, adalah keutamaan belajar bahasa arab. Karena dengan memahami bahasa arab akan lebih memudahkan dalam menghayati kandungan al-Qur’an. Oleh sebab itu hendaknya kita lebih bersemangat lagi dalam mempelajari bahasa arab dan mengkaji tafsir al-Qur’an. Allahu a’lam.

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel Muslim.Or.Id

Senin, 12 September 2011

Renunagan Untuk Kita

Akhi… Apa Susahnya Kau Hapus Akhwat dari Friendlist Facebookmu?




[Renungan untuk Ikhwan-Akhwat Pengguna Facebook: bagian I]



Penyusun: Abu Muhammad Al-Ashri
Muraja’ah dan koreksi ulang: Ustadz Abu Ukasyah Aris Munandar

.

Akhi…
Bila kita sempatkan diri kita untuk membaca sejarah hidup para pendahulu kita yang shalih mulai dari masa shahabat hingga para ulama salafi, niscaya kita dapati akhlak, adab, dan ketegasan mereka yang menakjubkan. ‘Kan kita jumpai pula indahnya penjagaan diri mereka dari aib dan maksiat. Merekalah orang-orang yang paling bersegera menjauhi maksiat. Bahkan, sangat menjauh dari sarana dan sebab-sebab yang mendorong kepada perbuatan maksiat.
Bila kita membaca kehidupan anak-anak atau para remaja di masa salaf, niscaya kita dapati mereka adalah darah-darah muda yang tampak kecintaannya terhadap din, semangatnya dalam membela al-haq, dan sikap bencinya kepada perbuatan dosa. Maka, kita dapati mereka di usia muda, sudah memiliki hafalan Al-Qur’an, semangat yang besar untuk berjihad, dan kecerdasan yang menakjubkan.
Sebaliknya, sungguh sangat sedih hati ini. Tidakkah kita merasakan bahwa kaum muslimin saat ini terpuruk, terhina dan tidak berdaya di hadapan orang-orang kafir, padahal jumlah kita banyak? Lihatlah diri kita! Bandingkan diri kita dengan para pemuda di masa salaf! Akhi… saya, antum, kita semua pernah bermasiat. Namun, sampai kapan kita bermaksiat kepada-Nya?
.
Saya tidak mengharamkan antum berdakwah kepada wanita, karena Nabi pun berdakwah kepada wanita!
Saya pun tidak mengharamkan muslim atau muslimah memanfaatkan facebook, karena untuk mengharamkan sesuatu membutuhkan dalil.
Siapa yang melarangmu mendakwahi mereka akhi…?
Bahkan, dulu kumasih berprasangka baik padamu bahwa kau ‘kan dakwahi teman-teman lamamu, termasuk para wanita itu…
Namun, yang terjadi adalah sebagaimana yang kau tahu sendiri…
Tak perlu kutulis…
Karena kau pasti tahu sendiri…
.
Catat! Tak kubuka friendlist FB-mu karena aku tak mencari-cari aibmu…
Namun, tidakkah kau sadar bahwa FB itu sangat-sangat terbuka?
Hingga dirimu sendiri yang tak sadari…
Bahwa tingkah lakumu pada para akhwat itu,
Dapat dilihat kawan-kawanmu yang lain, termasuk diriku…
Yang inilah sebab yang mendorongku menorehkan pena dalam lembaran-lembaran ini…
Duh….
Betapa sering Allah menutupi aib seorang hamba…
Namun dirinyalah sendiri yang membongkar aibnya…
.
Ya Allah…
Kuadukan kesedihan hatiku ini hanya kepadaMu…
Hanya kepadaMulah kuserahkan hatiku…
Mudah-mudahan Kau mendengar doaku…
Dan Kau maafkan kesalahan kawan-kawanku itu…
Di samping ku terus berhadap agar Kau pun maafkan diriku…
.
Akhi…
Pernahkah kau baca firman Allah yang menyinggung “mata yang berkhianat”?
Baiklah, kita periksa kembali. Allah berfirman dalam surat Al-Mukmin: 19
يعلم خاينة الأعين
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang berkhianat
Nah, apakah yang dimaksud dengan mata yang berkhianat itu? Akhi, sesungguhnya Al-Qur’an itu turun di masa para shahabat. Shahabat Nabilah yang paling mengerti makna Al-Qur’an karena mereka hidup bersama Nabi, langsung mendapat bimbingan dan pengarahan Nabi. Maka, kini kan kubawakan tafsir Ibnu Abbas, sebagai hadiahku untukmu.
Akhi ingat kan siapa Ibnu Abbas? Na’am! Dia adalah ahli tafsir dari kalangan shahabat Nabi. Kudapatkan tafsir ini dari Abul Faraj Al-Jauzy (Ibnul Jauzy), dalam kitab beliau,ذم الهوى. Ibnu Abbas berkata
الرجل يكون في القوم فتمر بهم المرأة فيريهم أنه يغض بصره عنها فإن رأى منهم غفلة نظر إليها فإن خاف أن يفطنوا إليه غض بصره وقد اطلع الله عز وجل من قلبه أنه يود أنه نظر إلى عورتها
“Seseorang berada di tengah banyak orang lalu seorang wanita melintasi mereka. Maka, ia memperlihatkan kepada kawan-kawannya bahwa IA MENAHAN PANDANGANNYA DARI WANITA TERSEBUT. Jika ia melihat mereka lengah, ia pandangi wanita tersebut. Dan jika ia khawatir kawan-kawannya memergokinya, ia menahan pandangannya. Padahal, Allah ‘azza wa jalla mengetahui isi hatinya bahwa ia ingin melihat aurat wanita tersebut .”
.
Camkan itu akhi…!
Kita sudah lama mengenal Islam…
Kita sudah lama ngaji…
Apakah seseorang yang sudah lama ngaji pantas seperti itu?
Inginkah akhi dikenal manusia sebagai pemuda yang shalih…
Yang senantisa menundukkan pandangan di alam nyata…
Namun kau berkhianat dengan matamu…
Kau tipu kawan-kawanmu yang berprasangka baik kepadamu…
Tidakkah ‘kau malu kepada Allah…
Yang melihatmu di kala tiada orang lain di sisimu selain laptopmu, komputer, atau HP-mu?
Yang dengan laptopmu kau bisa pandangi wanita sesuka hatimu…?
Yang komputermu  kau bisa sapai mereka sepuasmu..?
Yang HP-mu kau bisa berbincang-bincang dengan mereka sekehendakmu…?
.
Akhi…
Janganlah ‘kau marah padaku…
Marahlah pada Ibnu Abbas jika kau mau…
Karena dialah yang menjelaskan arti mata khianat kepadaku…

.

Akhi…
Jika kau malu bermaksiat di hadapan kawan-kawanmu, apalagi di hadapan para wanita itu…
Ketahuilah bahwa
قلة حيائك ممن على اليمين وعلى الشمال وأنت على الذنب أعظم من الذنب
Sedikitnya rasa malumu terhadap siapa yang berada di sebelah kanan dan sebelah kirimu, saat kamu melakukan dosa, itu lebih besar daripada dosa itu sendiri!”
Eits… sebentar akhi, jangan marah dulu. Itu di atas bukan ucapan saya, tetapi ucapan Ibnu Abbas! Silakan lihat di ذم الهوى halaman 181.
.
Akhi…
Apakah engkau masih sempat-sempanya tertawa, melempar senyum pada akhwat itu, meski sebatas:
simbol ^__^
atau kata-kata: xii…xiii..xii..,
atau: hiks..hiks…hiks…,
atau: hiii..hi..hi..,
atau: ha..ha..ha…,
atau: so sweet ukhti…,

atau sejenisnya yang kau tulis di wall-wall atau ruang komentar Facebook para akhwat itu!
Maka, Ketahuilah bahwa
وضحكك وأنت لا تدري ما الله صانع بك أعظم من الذنب
Tertawa saat kamu tidak tahu apa yang akan Allah perbuat terhadapmu, ITU LEBIH BESAR DARIPADA DOSA ITU SENDIRI!”
dan juga
وفرحك بالذنب إذا ظفرت به أعظم من الذنب
Kegembiraanmu dengan dosa ketika kamu melakukannya, ITU LEBIH BESAR DARIPADA DOSA ITU SENDIRI”
Afwan akhi jika antum mulai emosi (semoga tidak). Jangan lihat saya karena dua kalimat di atas bukan ucapan saya, tetapi ucapan Ibnu Abbas pula, afwan.
.
Akhi…
Kalau antum masih bermudah-mudahan dalam berfacebook ria dengan para wanita itu,
Ketahuilah bahwa antum adalah pengecut!
Karena kalau kau berani, kau kan temui ayahnya dan kau pinang dirinya…
Kalaupun hartamu tidak mendorongmu untuk itu…
Kau tetap pengecut karena kau hanya “tunjukkan perhatian”…
Sementara kau tidak berani “maju melangkah”…
Jika kau mampu tahan pandanganmu dari “bunga-bunga” facebook itu, barulah kau ini seorang pemberani!
Sabar dulu akhi, jangan marah dulu. Siapa saya? Saya ini masih sama-sama belajar seperti antum, atau malah saya masih tergolong anak “baru ngaji”. Namun, mohon jikalau akhi menolak ucapan saya, perhatikanlah untaian kata yang dikutip Ibnul Jauzi di bawah ini..
ليس الشجاع الذي يحمي مطيته … يوم النزال ونار الحرب تشتعل
لكن فتى غض طرفا أو ثنى بصرا … عن الحرام فذاك الفارس البطل
Pemberani bukanlah orang yang melindungi tunggangannya
Pada saat peperangan, ketika api berkobar
Akan tetapi, pemuda yang menahan padangannya dari yang diharamkan
Itulah prajurit yang ksatria!

Akhi…
Sekali lagi, kalau kau tersinggung dengan ucapanku. Mohon janganlah kau lihat siapa saya, kawanmu ini. Saya tidak ada apa-apanya. Namun, sekali lagi, kumohon lihatlah siapa orang yang perkataannya kuhadirkan padamu. Salaf memberi nasehat kepada kita dengan untaian katanya di bawah ini:
فتفهم يا أخي ما أوصيك به إنما بصرك نعمة من الله عليك فلا تعصه بنعمه وعامله بغضه عن الحرام تربح واحذر أن تكون العقوبة سلب تلك النعمة وكل زمن الجهاد في الغض لخطة فإن فعلت نلت الخير الجزيل وسلمت من الشر الطويل
“Pahamilah wahai saudaraku apa yang aku pesankan kepadamu…
Penglihatanmu tidak lain adalah nikmat dari Allah atasmu…
Janganlah mendurhakai-Nya dengan menggunakan nikmat-Nya….
Perlakukanlah penglihatan tersebut dengan menahannya dari yang haram,
Maka kamu beruntung.
Jangan sampai engkau mendapat sangsi berupa hilangnya kenikmatan itu.
Waktu berjihad untuk menahan pandangan adalah sejenak.
Jika kau melakukannya, kau ‘kan dapatkan kebaikan yang banyak,
dan selamat dari keburukan yang panjang.”
[lihat ذم الهوى , karya أبو الفرج عبد الرحمن بن أبي الحسن الجوزي, hal. 143 ]
Akhi…
Sekali lagi, demi Allah, saya tidak melarangmu untuk berdakwah, termasuk dakwah kepada wanita. Sudah kuterangkan di atas bahwa Nabi pun berdakwah kepada wanita.
Namun, wahai akhi…
Antum memiliki kewajiban yang besar sebelum antum berdakwah, yaitu ilmu! Sudahkah kita berdakwah dengan ilmu? Akhi ini kutujukan pula untuk diriku: Manakah waktu yang lebih banyak kita habiskan? Mendakwahi wanita itu, atau waktu kita dalam mengikuti majelis ilmu? Silakan kita jawab sendiri.
.
Akhi…
Laki-laki memang tidak dilarang bahkan bisa diwajibkan mendakwahi wanita, sebagaimana yang Nabi dan para shahabat lakukan…
Namun, mendakwahi mereka tidak harus lewat facebook kan? Antum bisa membuat blog/webiste yang dari situ antum bisa menulis risalah. Antum bahkan bisa berbicara di alam nyata jika diperlukan, selama tidak ada khalwat. Namun, tidakkah kita ingat bahwa para shahabat menimba ilmu dari istri Nabi tidak berhadapan langsung, tetapi di balik tabir?
Jika ingin berdakwah, antum bisa menukilkan artikel bermanfaat, lalau kau cantumkan di facebookmu.. Antum juga bisa membuat page, atau grup yang dengannya kau bisa kirimkan artikel kepada kaum muslimin atau muslimah sehingga bisa membaca nasehatmu. Itu saja! Lalu kau log-out dari FB. Selesai kan? TANPA KITA HARUS MELIHAT-LIHAT LAWAN JENIS dan berbincang-bincang dengannya.
Akhi… di saat antum akan mendakwahi wanita, di saat itu pula antum harus menjaga diri antum untuk jauh.. menjauh sejauh-jauhnya dari pintu fitnah!
Tidak ingatkah akhi bahwa para shahabat ketika ingin menimba ilmu kepada para istri nabi, mereka lakukan di balik tabir? Di balik tabir akhi…! Bukan melihat wajah-wajah wanita yang kau add di facebookmu itu!

.

Akhi…
Jangan kau anggap ini kaku. Kalau akhi tidak percaya. Silakan periksa sendiri. Demi Allah, silakan periksa sendiri para akhwat teman-teman lama antum ketika di SLTP / SMU dulu, termasuk di kampusmu  yang kau add di FB-mu.
Berapa di antara mereka yang menerima nasehatmu dalam praktik yang nyata?
Hingga para akhwat tersebut memakai hijabnya…
Menutupi wajahnya dari pandanganmu…
Meninggalkan maksiat-maksiat karena menrima nasehatmu..
Atau akhwat-akhwat itu hanya katakan,
“Subhanallah akhi…,
bagus sekali nasehatnya….,
izin share ya….
Saya di-tag dong…
Kok ana tidak di-tag akhi…?
Makasih ya bang telah di-tag…
Jangan bosan-bosan nasehatin ana…”
Bah! Jangan terburu-buru kau biarkan hatimu berbunga-bunga dengan kata-kata di atas akhi, karena
و خلق الإنسان ضعيفا
“Manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah”
(Q.S. An-Nisa’: 28)
maka ingatlah bahwa jika akhwat itu bisa berkata-kata lembut kepadamu, padahal dia bukan istrimu, tentu dia pun akan bersikap demikian pada laki-laki lain, selain dirimu!
أفق يا فؤادي من غرامك واستمع … مقالة محزون عليك شفيق
علقت فتاة قلبها متعلق … بغيرك فاستوثقت غير وثيق
Sadarlah wahai hati dari kasmaranmu, dan dengarkan!
Ucapan kesedihan dan kasihan kepadamu…
Kamu terpikat dengan gadis yang hatinya terpikat dengan selainmu!

.

Akhi….
Sebelum kau terpukau dengan gaya bahasa para akhwat itu, ingatlah bahwa  Nabi memberikan peringatan kepada kita
ما تركت بعدي فتنة أضر على الرجال من النساء
”Aku tidak meninggalkan sepeninggalku suatu fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki ketimbang wanita”
[ H.R Bukhari dan Muslim ]
.
Akhi…
Apakah kau tidak merasakan kesedihan sebagaimana yang kurasakan? Akhi… Bagaimana mata ini tidak mengalir di saat kita baca pesan istri Nabi, Aisyah, berkata,
لو أن رسول الله صلى الله عليه وسلم رأى ما أحدث النساء اليوم لنهاهن عن الخروج أو حرم عليهن الخروج
“Seandainya Rasulullah melihat apa yang diperbuat kaum wanita pada hari ini, niscaya beliau melarang mereka keluar rumah atau mengharamkan mereka keluar rumah
[lihat beserta sanadnya di  ذم الهوى , karya أبو الفرج عبد الرحمن بن أبي الحسن الجوزي, hal. 154][1]
Ya.. Allah, ‘afallahu ‘anhunna
.
Akhi… Kapan Aisyah (radhiyallahu ‘anha) mengatakan demikian? Kapan…? Kapan…? Lebih dari seribu tahun yang lalu, akhi, di saat Islam masih di puncak kejayaannya, di saat para shahabat yang menerima langsung pengajaran nabi masih hidup.
.
Duhai Ibunda, Aisyah….
Kau katakan demikian…
di kala Nabi belum lama wafat meninggalkan dirimu…
di kala para shahabat terbaik masih hidup di antaramu..
Kau katakan demikian…
di kala para wanita masih tutupi dirinya dengan hijab kemuliaan
Aku tahu tak tahu apa yang ‘kan kau katakan…
Jika kau hidup di masa kami…
Di saat kami tenggelam dalam kotornya dunia…
Di saat manusia menghiasi dirinya dengan tipisnya rasa malu…
Di saat kaum wanita ceburkan dirinya dalam alam tabu…
.
Maka, demikian pula Engkau wahai saudariku muslimah! Jikalau tulisan ini sampai kepadamu, mengapa tidak kau katakan kepada kami, para laki-laki, suatu ucapan yang kami justru bangga mendengarnya jika kau ucapkan:
إليك عني! إليك عني! … فلست منك و لست مني
Menjauhlah kau dariku…! Menjauhlah kau dariku…!
Karna aku bukan milikmu…
Dan kau pun bukan bagian dari ku…
Ya ukhti…
Mengapa mau add, atau kau terima permintaan pertemanan facebook dengan para laki-laki, sementara ia bukan milikmu?
Belumkah kau ketahui tahu bahwa
إن الرجال الناظرين إلى النساء
مثل السباع تطوف باللحمان
إن لم تصن تلك اللحوم أسودها
أكلت بلا عوض و لا أثمان
Laki-laki ketika melihat wanita…
Seperti bintang buas ketika melihat daging…
Jika daging-daging itu tidak disimpan dengan rapi…
Ia ‘kan dibabat tanpa konpensasi apapun dan tanpa harga…
.
Ya ukhti…
Belumkah sampai kepadamu pesan Nabi kita?
يا معشر النساء تصدقن وأكثرن الاستغفار فإني رأيتكن أكثر أهل النار
Wahai kaum wanita, bersedekahlah kalian dan perbanyaklah istighfar! Sesungguhnya aku melihat kalian sebagai penghuni mayoritas di neraka.
(H.R. Muslim: 132)
Wahai ukhti…
Tidakkah kau ingat bahwa kau pun diperintah untuk menahan pandanganmu?
وقل للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها وليضربن بخمرهن على جيوبهن
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka! Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka! Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka!”
(Q.S. An-Nuur: 31)
—bersambung—
Ahad, 14/11/1430 – 1 November 2009
Ba’da shuhuh yang cerah di Masjid Al-‘Ashri,
Menjelang dimulainya kajian kitab Al-Irsyad ila Shahihil I’tiqad
.

CATATAN KAKI:
[1] Terdapat riwayat dari Aisyah yang mirip dengan atsar di atas, yaitu dalam shahih Muslim (cetakan دار إحياء التراث العربي – بيروت Juz I, hal. 445, hadits nomor 144):

عن عمرة بنت عبدالرحمن أنها سمعت عائشة زوج النبي صلى الله عليه وسلم تقول
: لو أن رسول الله صلى الله عليه وسلم رأى ما أحدث النساء لمنعهن المسجد كما منعت نساء بني إسرائيل قال فقلت لعمرة أنساء بني إسرائيل منعن المسجد ؟ قالت نعم
lihat pula lafadz ini dalam :
  1. Musnad Ahmad bin Hambal (cetakan مؤسسة قرطبة – القاهرة ) Juz VI, hal. 193, hadits nomor 25.651
  2. Musnad Ishaq bin Rahwiyah (cetakan  مكتبة الإيمان – المدينة المنورة), Juz II, hal. 148, hadits nomor 639; dan Juz II, hal. 426, hadits nomor 897.
Source : http://alashree.wordpress.com/2009/11/01/akhi-apa-susahnya-kau-hapus-akhwat-dari-friendlist-facebookmu.